Shalat Jumat di Hari Raya

Ketika Idul Fithri Jatuh Hari Jumat

Khususnya mazhab Hambali yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat diganti shalat zhuhur, ada hal yang cukup menggelitik rasa ingin tahu saya.

Sebab dalam mazhab Hambali, meski kewajiban shalat Jumat gugur kalau pas jatuh bersamaan dengan Lebaran, tapi hukum shalat 5 waktu tetap wajib dikerjakan secara berjamaah di masjid bersama imam rawatib. Kalau tidak, hukumnya berdosa. Begitu juga fatwa-fatwa ulama Saudi hari ini terkait dengan hukum shalat berjamaah.

Beda dengan pendapat mazhab Syafi'i yang menyebutkan hukum berjamaah 5 waktu sekedar sunnah muakkadah. Tidak shalat 5 waktu ke masjid bersama imam rawatib, tidak berdosa. Cuma dapat 1 derajat, padahal seharusnya dapat 27 derajat. Tidak dosa tapi rugi bandar.

Jadi seorang yang bermazhab Hambali di hari ini mau tidak mau tetap wajib ke masjid juga. Sebab kalau dia shalat zhuhur sendirian di rumah, maka dia berdosa. Ternyata begitu dia ke masjid, orang-orang pada shalat Jumat, tidak shalat zhuhur.

Bahkan di Masjid Al-Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah sendiri, Shalat Jumat hari ini tetap dilangsungkan.
Shalat Jumat tidak wajib, diganti zhuhur yang wajib dilalukan di masjid. Eh, masjidnya malah shalat Jumat. Jadi dia shalat apa dong? Masak shalat Zhuhur?

Kan dalam mazhab Hambali juga ada ketentuan bahwa kita tidak boleh shalat zhuhur bermakmum kepada imam yang shalat Jumat. Niat imam dan makmum tidak boleh berbeda. Yang membolehkan justru hanya mazhab Syafi'i saja.

So, mau tidak mau secara teori di atas kertas, mereka ujung-ujungnya 'terpaksa' shalat Jumat juga. Tapi saya tidak tahu bagaimana saudara-saudara kita praktek di lapangannya seperti apa. Sebab saya tidak bermazhab Hambali.

Penjelasan yang agak lengkap seperti ini.

Memang ada kebingungan di tengah umat Islam terkait dengan kasus hari Jumat yang jatuh berbarengan dengan salah satu dari dua hari raya, yaitu Idul Fithr atau Idul Adha, apakah shalat Jumat gugur hukumnya dan boleh tidak dikerjakan, ataukah tetap wajib dikerjakan.

Penyebab kebingungan ini karena adanya nash yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW membolehkan sebagian shahabat untuk tidak melaksanakan shalat Jumat ketika harinya tetap jatuh di hari raya.

Dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami berkata,“Aku melihat Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, “Apakah ketika bersama Rasulullah SAW Anda pernah menjumpai dua hari raya bertemu dalam satu hari?” Zaid bin Arqam menjawab, “Ya, saya pernah mengalaminya”. Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika itu?. Zaid berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ

Siapa yang mau shalat Jumat maka lakukanlah shalat Jumat(HR. Ahmad)

Dalam hal ini, umumnya para ulama dari jumhur sepakat mengatakan bahwa hukum shalat Jumat tetap wajib dikerjakan, meski jatuh pada hari raya. Namun ada pendapat yang mengatakan sebaliknya, yaitu mazhab Al-Hanabilah.

1. Tetap Wajib

Jumhur ulama, yaitu para ulama dalam mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah sepakat menegaskan bahwa hukum shalat Jumat tetap wajib dikerjakan meski jatuh bertepatan dengan hari raya, baik Idul Fithr atau Idul Adha.

Mazhab Asy-Syafi'iyah membedakan antara penduduk suatu negeri dengan mereka yang hidup di padang pasir (nomaden). Keringanan untuk tidak shalat Jumat ini hanya berlaku buat mereka yang tinggal di daerah pedalaman, yang memang pada dasarnya tidak memenuhi syarat-syarat kewajiban shalat Jumat. Karena mewajibkan mereka untuk menunaikan shalat Jumat setelah shalat Ied dapat menyebabkan kesulitan bagi mereka.

Ada banyak dalil yang dijadkan hujjah atas hal ini, antara lain :

a. Kuatnya Dalil Kewajiban Shalat Jumat

Shalat Jumat itu diwajibkan dengan ayat Al-Quran, yang dari segi nash merupakan nash sharih (jelas) dan qathi, baik dari segi tsubut maupun dari segi dilalah. Sehingga statusnya qath'iyuts-tsubut dan qath'iyud-dilalah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli..(QS. Al-Jumu’ah : 9)

Sedangkan kebolehan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat hanya didasarkan pada nash yang tidak sharih dan juga tidak qath'i, yaitu hadits-hadits yang ketegasan dan keshahihannya masih diperselisihkan para ulama.

b. Rasulullah SAW dan Para Shahabat Tetap Shalat Jumat

Meski ada dalil dari Rasulullah SAW yang membolehkan sebagian orang untuk tidak shalat Jumat, namun dalam kenyataannya, Rasulullah SAW sendiri dan umumnya para shahabat tetap melakukan shalat Jumat. Hal itu terbukti dari hadits-hadits berikut ini :

قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ

Rasulullah SAW bersabda,"Dua hari raya jatuh di hari yang sama. Siapa tidak shalat Jumat silahkan, tetapi kami tetap mengerjakan shalat Jumat. (HR. Abu Daud)

Artinya meski hari itu bertemu dua hari raya, tidak berarti masjid Nabawi meliburkan shalat Jumat. Shalat Jumat tetap dilakukan oleh penduduk Madinah saat itu, terkecuali hanya beberapa orang saja yang dibolehkan untuk tidak ikut, karena udzur-udzur tertentu.

c. Yang Tidak Mewajibkan Tetap Menyarankan Shalat Jumat

Meski ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat Jumat hukumnya tidak wajib, seperti mazhab Al-Hanabilah, namun mereka tetap menganjurkan untuk tetap melakukan shalat Jumat, demi keluar dari khilaf dan kehati-hatian. Hal ini menunjukkan bahwa para ulama yang berpendapat tidak wajibnya shalat Jumat sekalipun juga tidak secara gegabah dalam berpendapat.

Oleh karena itu jumhur ulama menyimpulkan bahwa shalat Ied (hari raya) tidak bisa menggantikan shalat Jumat.

2. Tidak Wajib

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa shalat Jumat tidak wajib adalah mazhab Al-Hanabilah. Dalil yang mereka jadikan landasan tetap sama dengan dalil-dalil di atas, namun mereka mengambil kesimpulan bahwa keringanan itu berlaku untuk seluruh umat Islam, bukan hanya untuk penduduk yang tinggal di padang pasir.

Source: Ust. Ahmad Sarwat, Lc. MA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAGAIMANA MEMILIH DAN MENYUSUN BAHAN AJAR

AL-TARADUF WA AL-ISYTIRAK WA AL-TADHAD