Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

Why Singapore banned chewing gum

Lee Kuan Yew , who died on Monday at the age of 91, is famed as the man who turned Singapore from a small port into a global trading hub. But he also insisted on tidiness and good behaviour - and personified the country's ban on chewing gum. What was it about gum he so disliked? For a while after the gum ban was introduced in 1992 it was all foreign journalists wanted to talk about, Lee Kuan Yew complained later, in conversation with US writer Tom Plate. That and caning, as a form of punishment. The ban remains one of the best-known aspects of life in Singapore, along with the country's laws against litter, graffiti, jaywalking, spitting, expelling "mucous from the nose" and urinating anywhere but in a toilet. (If it's a public toilet, you are legally required to flush it.) When Singapore became independent in 1965 it was a tiny country with few resources, so Lee, the country's first prime minister, hatched a survival plan. This hinged on mak

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR 2 (KETERAMPILAN MENUTUP PEMBELAJARAN)

Gambar
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR part 2 KETERAMPILAN MENUTUP PEMBELAJARAN A.     Latar Belakang Dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengar atau mungkin Anda sendiri pernah mengungkapkan kata-kata “ada awal ada akhir, ada pembukaan ada pula penutupan, ada perjumpaan ada pula saat perpisahan”. Nampaknya dua jenis kegiatan itu selalu bergandengan. Demikian pula dalam pembelajaran, selain ada kegiatan membuka pembelajaran seperti telah dipelajari dalam kegiatan belajar satu di atas, juga diakhir kegiatan ada kegiatan menutup pembelajaran.

Lirik Lagu Raihan - Mengemis Kasih

Mengemis kasih Album : Gema Alam Munsyid : Raihan Tuhan dulu pernah aku menagih simpati Kepada manusia yang alpa jua buta Lalu terheretlah aku dilorong gelisah Luka hati yang berdarah kini jadi parah Semalam sudah sampai kepenghujungnya Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu Tak ingin lagi kuulangi kembali Gerak dosa yang menhiris hati Tuhan dosa itu menggunung Tapi rahmat-Mu melangit luas Harga selautan syukurku Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi Tuhan walau taubat sering kumungkir Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi Bila selangkah kurapat pada-Mu Seribu langkah Kau rapat padaku

Arah (Penelitian) Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia

Ada dua belas penyebab mengapa PAI di sekolah kurang berhasil. Semuanya layak untuk menjadi bahan tesis dan disertasi. Kalau dikelola dengan baik bisa menghasilkan ratusan judul dari dua belas tema ini, sebagian memang berasal dari penelitian tesis dan disertasi yang saya bimbing. Ini menjadi bahan perkuliahan enam belas pertemuan. Berapa besar kontribusi guru agama Islam bagi keberagamaan murid SD sampai SMA, ada penelitian yang mengatakan hanya 12-14%. Penelitian yang logis mengatakan hanya 20% paling tinggi kontribusi guru tersebut. Cara menelitinya ditanyakan Anda bisa Adzan dari mana? Dari Masjid di dekat rumah saya, bukan dari guru agama. Anda bisa do’a qunut dari mana?dari pesantren kilat. Yang dari guru agama di mana? Ini berarti di sekolah masih punya persoalan besar. Gejala utamanya sekarang kelihatan sekali, tawuran , ‘ minum ’ bahkan membuat “ film ”. Yang lebih menyusahkan kita mereka masih sekolah mereka sudah licik. Ini bisa untuk meramal masa depan Indonesi

Mencintaimu dengan Sederhana

"De'... de'... Selamat Ulang Tahun..." bisik seraut wajah tampan tepat di hadapanku. "Hmm..." aku yang sedang lelap hanya memicingkan mata dan tidur kembali setelah menunggu sekian detik tak ada kata-kata lain yang terlontar dari bibir suamiku dan tak ada sodoran kado di hadapanku. Shubuh ini usiaku dua puluh empat tahun. Ulang tahun pertama sejak pernikahan kami lima bulan yang lalu. Nothing special. Sejak bangun aku cuma diam, kecewa. Tak ada kado, tak ada black forest mini, tak ada setangkai mawar seperti mimpiku semalam. Malas aku beranjak ke kamar mandi. Shalat Subuh kami berdua seperti biasa. Setelah itu kuraih lengan suamiku, dan selalu ia mengecup kening, pipi, terakhir bibirku. Setelah itu diam. Tiba-tiba hari ini aku merasa bukan apa-apa, padahal ini hari istimewaku. Orang yang aku harapkan akan memperlakukanku seperti putri hari ini cuma memandangku. Alat shalat kubereskan dan aku kembali berbaring di kasur tanpa dipanku.

Jangan "Lebay" buat yang udah Nikah

“Ternyata nikah itu enaknya cuma 5%. Yang 95%? Enaaaak sekali..”  status seseorang yang baru aja nikah. “Lagi nyiapin sarapan buat suami tercinta nih.. semoga my hubby senang..”  status seseorang yang lain lagi. “ Pagi sayangku, cintaku…I love you istriku…”  wall seseorang di facebook istrinya. “ Lagi nemenin istri belanja…tugas pertama sebagai suami yang baik.”  Tulis yang lainnya lagi. Belum lagi foto-foto mesra baik sebagai foto profil atau pamer foto-foto jalan-jalan.. Huff… Menikah bagi yang baru saja melaksanakannya memang menjadi suatu kebahagiaan tersendiri. Berubah status, berubah nuansa kehidupan dan masih banyak lagi yang lainnya. Banyak cara untuk mengekspresikannya dan sah-sah saja karena memang ditujukan kepada seseorang yang sudah sah. Tapiiii….. tak jarang bentuk ekspresi seperti itu terkesan lebay, berlebihan. Haruskah ekspresi sayang dan bentuk perhatian serta aktifitas keseharian dengan suami/istri dituliskan di media umum? Atau mungkin memang pen

Bolehkah kita menggunakan kata "Jangan" pada anak?

“Al-Qur’an itu kuno,  Bu, konservatif, out of dated !. Kita telah lama hidup dalam nuansa humanis, tetapi Al-Qur’an masih menggunakan pemaksaan atas aturan tertentu yang diinginkan Tuhan dengan rupa perintah dan larangan di saat riset membuktikan kalau pemberian motivasi dan pilihan itu lebih baik. Al-Qur’an masih memakai ratusan kata ‘jangan’ di saat para psikolog dan pakar parenting telah lama meninggalkannya. Apakah Tuhan tidak paham kalau penggunaan negasi yang kasar itu dapat memicu agresifitas anak-anak, perasaan divonis, dan tertutupnya jalur dialog?“ Katanya sambil duduk di atas sofa dan kakinya diangkat ke atas meja. Pernahkan Bapak dan Ibu sekalian membayangkan kalau pernyataan dan sikap itu terjadi pada anak kita, suatu saat nanti? Itu mungkin saja terjadi jika kita terus menerus mendidiknya dengan pola didikan Barat yang tidak memberi batasan tegas soal aturan dan hukum. Mungkin saja anak kita menjadi demikian hanya gara-gara sejak dini ia tidak pernah