Siapa pemilik tanah Palestina
Konflik dan peperangan yang terjadi di Tanah Palestina merupakan
hal yang sudah terjadi selama berabad-abad. Bukan hanya antara bangsa Arab melawan
Yahudi, namun juga antara kaum Yahudi melawan Yahudi lainnya, dan juga
serbuan dari kerajaan Babylonia dan juga Romawi.
Dr. Yusuf Qaradhawy di dalam bukunya “Palestina, Masalah Kita Bersama”
(Alkautsar, 1998), dengan tegas menyatakan jika klaim Yahudi atas hak
historis Tanah Palestina merupakan satu klaim yang didasari bertumpuk-tumpuk
kedustaan besar. “Sejarah mencatat, yang pertama kali membangun kota
Al-Quds (Yerusalem) adalah suku bangsa Yabus, salah satu kabilah Arab
kuno yang meninggalkan semenanjung Jazirah Arab bersama suku Kan’an. Hal
tersebut terjadi sejak 30 abad sebelum masehi. Ketika itu Al-Quds
bernama ‘Urussyaleem’ atau ‘Kota Syaliim’, Tuhan
bangsa Yabus. Sebagaimana namanya yang pertama, dipakai juga kata ‘Yabus’ yang dinisbatkan kepada nama kabilah. Penyebutan nama itu terdapat di dalam Taurat,” demikian Dr. Yusuf Qaradhawy.
bangsa Yabus. Sebagaimana namanya yang pertama, dipakai juga kata ‘Yabus’ yang dinisbatkan kepada nama kabilah. Penyebutan nama itu terdapat di dalam Taurat,” demikian Dr. Yusuf Qaradhawy.
“Setelah itu bangsa Kan’an dan yang lainnya mulai mendiami Al-Quds dan
Palestina secara umum selama berabad-abad, sampai kedatangan Ibrahim a.s.
yang hijrah dari tanah airnya Iraq, sebagai orang asing. Ibrahim memasuki
Palestina bersama isterinya, Sarah, pada usia 75 tahun
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal-pasal Perjanjian Lama. Ketika ia mencapai usia 100 tahun, lahirlah Ishaq (Kejadian: 12). Ibrahim a.s. wafat pada usianya yang ke-175 tahun dan tidak pernah memiliki Tanah Palestina walau hanya sejengkal. Sehingga saat isterinya, Sarah, meninggal, dia harus meminta kepada bangsa Palestina tempat untuk menguburkannya.” (Kejadian: 23)
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal-pasal Perjanjian Lama. Ketika ia mencapai usia 100 tahun, lahirlah Ishaq (Kejadian: 12). Ibrahim a.s. wafat pada usianya yang ke-175 tahun dan tidak pernah memiliki Tanah Palestina walau hanya sejengkal. Sehingga saat isterinya, Sarah, meninggal, dia harus meminta kepada bangsa Palestina tempat untuk menguburkannya.” (Kejadian: 23)
“Ketika Ishaq berusia 60 tahun, lahirlah Ya’qub. Ishaq meninggal di usia 180 tahun dan tidak
memiliki sejengkal pun Tanah Palestina. Setelah kematian ayahnya, Ya’qub pindah ke Mesir dan wafat di
sana di usia yang ke 147 tahun. Ia
berusia 130 tahun ketika memasuki Mesir dan anak cucunya ketika itu berjumlah 70 jiwa (Kejadian: 46).
Ini berarti masa di mana Ibrahim,
Ishaq puteranya dan Ya’qub cucunya hidup di Palestina adalah 230 tahun. Mereka di sana sebagai orang asing,
pendatang, yang tidak memiliki
sejengkal pun Tanah Palestina,” tegas Dr. Qaradhawy.
Taurat menyebutkan bahwa masa di mana Bani Israil hidup di Mesir hingga keluar oleh Musa a.s.
adalah 430 tahun. Mereka juga orang asing yang tidak memiliki apa-apa. Disebutkan juga dalam Taurat
bahwa masa di mana Musa a.s. dan
Bani Israil hidup di padang Sinai adalah 40 tahun. Artinya janji Tuhan untuk mereka sudah lewat ketika
itu selama 700 tahun dan mereka
tidak memiliki apa-apa di Palestina. Maka kenapa Tuhan tidak memenuhi janjinya terhadap mereka?
Musa meninggal dan tidak pernah memiliki tanah sedikit pun di Palestina. Ia hanya memasuki
wilayah Selatan Yordan dan meninggal di sana. Sepeninggalnya, yang memasuki Palestina adalah Joshua
dan meninggal setelah membantai
penduduk aslinya. Kemudian Tanah Palestina dibagi-bagikan kepada anak
cucu Bani Israel dan mereka idak pernah memiliki raja maupun kerajaan kecuali para hakim yang
memerintah selama 200 tahun.
Setelah era hakim datanglah masa raja-raja: Saul, Daud, dan Sulaiman. Mereka memerinah selama 100 tahun bahkan
kurang. Inilah periode berdirinya kerajaan dan masa kejayaan mereka. Setelah
Sulaiman kerajaannya dibagi-bagi
antara anak-anaknya: Yahudza di ‘Urussyaliim dan Israel di Syakeem (Nablus). Peperangan antara mereka
berdua sangat dahsyat dan tiada
henti, hingga datangnya tentara Babylonia di bawah pimpinan Nebukadnezar
yang menghancurkan mereka berdua, menghancurkan Haikal Sulaiman dan
‘Urussyaliim, membakar Taurat, dan menawan
tiap orang yang masih hidup.
Qaradhawy mengutip Syaikh Abdul Mu’iz Abdus Sattar yang memberikan komentar dalam
bukunya ‘Telah Tiba Janji Kebenaran, wahai Yahudi’ dengan mengatakan, “Andai dijumlahkan seluruh tahun di
mana Bani Israel hidup berperang
dan menghancurkan di Palestina, tidak akan bisa menyamai masa yang
dilalui Inggris di India, atau pun Belanda di Indonesia. Maka jika masa seperti itu memliki hak sejarah, sudah
pasti Inggris dan Belanda akan
menuntut hal serupa, seperti Israel!”
Seandainya kepemilikan tanah bisa disebabkan lamanya waktu tinggal di pengasingan, maka
lebih tepat bagi mereka untuk menuntut kepemilkan atas Mesir yang mereka diami selama 430 tahun sebagai
pengganti Palestina yang didiami Ibrahim
dan anak-anaknya selama 200 tahun atau lebih sedikit dan mulanya hanya dua orang yang memasuki tanah Palestina
dan ditinggalkan oleh 70 orang!
Inilah bukti kebohongan klaim kaum Yahudi atas Tanah Palestina. Bahkan sejarawan Barat
bernama Joseph Reinach di dalam jurnal ilmiah Perancis “Journal des
Debats” (1919) mengatakan jika sebenarnya tidak ada yang namanya etnis
atau ras Yahudi.
“Bangsa Yahudi ketika masa awal di Filistine tidak mengacu pada etnis
namun religiusitas. Etnis Yahudi tidak ada yang murni karena berasal dari
suku bangsa yang berbeda pada awalnya, yakni dari orang-orang Romawi, Yunani,
Semit (Aran dan Suriah), Mesir, serta Kanaan sendiri. Karena sebenarnya memang tidak
ada apa yang dinamakan suku bangsa Yahudi, atau pun juga Negara Yahudi tersebut, tetapi
sesungguhnya yang ada itu hanyalah
agama Yahudi, maka zionisme itu sebenarnya adalah buah pikiran yang
tolol dan tidak berguna karena mengandung kesalahan rangkap tiga:
historis, arkeologis, dan etnis,” tandas Reinach.
Setelah hancur oleh serbuan tentara Babylonia di bawah Raja Nebukadnezar,
Palestina kembali diserbu oleh tentara Romawi yang dipimpin Kaisar Titus
pada tahun 70 M. Inilah kali kedua Haikal Sulaiman dihancurkan. Dan penguasa Romawi ini melarang orang
Yahudi menginjakkan kakinya di
Palestina. Menyebarlah kaum Yahudi ke seluruh bumi (Diaspora). Hal ini
disebabkan orang-orang Romawi mengetahui jika watak dan karakter asli kaum Yahudi adalah selalu
merusak, berkhianat, dan sebab itu sama sekali tidak bisa dipercaya.
Ketika Uskup Copernicus, Uskup kota Al-Quds, hendak menyerahkan kunci kota kepada Amirul Mu’minin
Umar bin Khattab saat futuh Yerusalem,
Uskup tersebut meminta satu syarat kepada Umar agar tidak pernah
mengizinkan kaum Yahudi memasuki Aelia. Aelia merupakan nama lain
Yerusalem. Bangsa Arab memasuki Al-Quds dalam keadaan tidak ada bangsa Yahudi di dalamnya yang telah diusir bangsa
Romawi berabad silam. Tinggallah
bangsa Arab di Palestina selama lebih dari 1400 tahun. Ini jauh lebih lama ketimbang saat bangsa Yahudi
berdiam di Palestina yang hanya
selama 200 tahunan.
Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa klaim historis terhadap Tanah Palestina adalah suatu
kepalsuan yang besar. Israel sama
sekali tidak memiliki hak apa pun atas Tanah Palestina. Dan keberadaan negara Israel di atas Tanah Palestina
merupakan ilegal. Sebab itu,
eksistensi negara Israel yang berdiri di atas tanah milik kaum Muslimin tersebut harus dihapuskan dari muka bumi.
Tanah Palestina merupakan milik
bangsa Palestina. Tidak yang lain. Wallahu’alam bishawab.
Lah....brarti dengan kata lain dia menyebut nabi Daud dan nabi Sulaiman zonk dong?
BalasHapus