PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (Contextual Teaching and Learning)
PEMBELAJARAN
EFEKTIF
(PEMBELAJARAN
KONTEKTUAL DAN BERFIKIR KRITIS)
A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Adanya kebijakan peningkatan
jaminan kualitas lulusan SMP membawa konsekuensi di bidang pendidikan, antara
lain perubahan dari model pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based program) ke model
pembelajaran berbasis kompetensi (competencies
based program).
Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b) peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang berbeda pula, (c) proses belajar mengajar llebih ditekankan pada belajar daripada mengajar (Laster, 1985).
Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b) peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang berbeda pula, (c) proses belajar mengajar llebih ditekankan pada belajar daripada mengajar (Laster, 1985).
Ada
dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran peran guru
dalam pembelajaran, yaitu :
- Cara pandang guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapai berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
- Guru diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat. Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam mengembangkan potensi masyarakatnya.
1. Prinsip pembelajaran KBK
Prinsip pembelajaran yang
dikembangkan untuk mencapai kefektifan dan efisiensi pengelolaan KBK di SLTP,
antara lain :
a. Pembelajaran berfokus
pada siswa (student cenrtered), artinya
orientasi pembelajaran terfokus kepada siswa. Siswa menjadi subyek pembelajaran
dan kecepatan belajar siswa yang tidak sama perlu diperhatikan.
b. Pembelajaran terpadu
(integrated learning), maksudnya
pengelolaan pembelajaran/KBM dilakukan secara integratif. Semua tujuan
pembelajaran yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu
tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.
a. Pembelajaran individu
(individual learning), artinya siswa
memiliki peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual.
b. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya
pembelajaran mengacu pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan
masalah. Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu
kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.
c. Pemecahan masalah (problem
solving), artinya proses dan hasil pembelajaran mengacu pada aktifitas
pemecahan masalah yang ada di masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan
belajar kontekstual.
d. Experience-based
learning, yakni pembelajaran
dilaksanakan melalui pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai
kemampuan belajar tertentu.
e. Selain pemanfaatan
prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran lain yang sesuai dengan tuntutan perkembangan.
B. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1. Belajar Aktif
Winkel (1996) mendefinisikan
belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat
tetap dan berbekas. Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan
proses perubahan tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi
dengan lingkungannya.
Belajar merupakan usaha
seseorang untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Dalam proses belajar
terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan
siswa, baik dari segi kognitif, psikomotor maupun afektif.
Belajar aktif (sering
dikenal sebagai “cara belajar siswa aktif”) merupakan suatu pendekatan dalam
pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju
belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari
belajar aktif. Untuk dapat mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran
dirancang sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna
terjadi bila siswa berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya
mampu memutuskan apa yang akan dipelajarinya.
Belajar aktif merupakan
perkembangan dari teori Dewey learning by
doing (1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri
sekolah Dewey School yang menerapkan
prinsip-prinsip learning by doing,
yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan.
Keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong
keterlibatannya secara aktif dalam suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru
berperan untuk menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran
serta siswa dan guru dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman
belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung
berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri
siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi
pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman.
Melalui pendekatan belajar
aktif, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas
belajar dan potensi yang dimilikinya. Di samping itu siswa secara penuh dan
sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya,
lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap,
sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi
yang bermakna baginya.
Selanjutnya, belajar aktif
menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan
berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya,
guru dapat merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis
dan menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan :
a. Memanfaatkan sumber
belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses pembelajaran.
b. Berkreasi dan
mengembangkan gagasan baru
c. Mengurangi
kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan
yang diperoleh di masyarakat
d. Memperjelas relevansi
dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam
masyarakat
e. Mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap dan utuh
f.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuannya
g. Menerapkan
prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar
aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk dapat membentuk
siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri
sepanjang hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.
2. Pembelajaran
Mengajar atau “teaching”
adalah membantu siswa memperoleh
informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan
Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya
untuk membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pengertian ini terdapat
kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini
didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada
dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah
pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (disain) sebagai
upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak
berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi
dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana
membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”. Dengan
demikian perlu diperhatikan adalah
bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi
pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang
ada agar dapat berfungsi secara optimal. Pembelajaran perlu direncanakan dan
dirancang secara optimal agar dapat memenuhi harapan dan tujuan.
Rancangan Pembelajaran
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan
lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang
berproses dalam belajar (belajar untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan
melakukan kegiatan nyata) secara maksimal.
b.
Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan
karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif
dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan
kemampuan.
c.
Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan.
Ketersediaan media dan sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu
diupayakan oleh guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar
siswanya.
d. Penilaian hasil
belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk
menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai
belajar sepanjang hayat (life long contiuning education).
3. Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif
adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh keterampilan-keterampilan yang
spesifik, pengetahuan dan sikap serta merupakan pembelajaran yang disenangi
siswa. Intinya bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi
perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Reiser
Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran
efektif :
o
Aktif bukan pasif
o
Kovert bukan overt
o
Kompleks bukan sederhana
o
Dipengaruhi perbedaan individual siswa
o
Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
b. Kriteria :
o
Kecermatan penguasaan
o
Kecepatan unjuk kerja
o
Tingkat alih belajar
o
Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)
4. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning)
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak siswa
sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Dalam
konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang
mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka
mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam
upaya ini, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam
pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan
belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari
apa kata guru.
Pembelajaran
kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran, pembelajaran kontekstual
dikembangkan dengan tujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara
fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari
satu konteks ke konteks lainnya.
a. Perbedaan pembelajaran kontektual dan
konvensional
Pola
pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional yang selama
ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam tabel berikut.
Pembelajaran Konvensional
|
Pembelajaran Kontektual
|
·
Menyandarkan pada hafalan
|
·
Menyandarkan pada memori spasial
|
·
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
|
·
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu
siswa
|
·
Cenderung terfokus pada satu bidang tertentu
|
·
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
|
·
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai
pada saatnya diperlukan
|
·
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki siswa
|
·
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan
akademik berupa ujian ulangan
|
·
Menerapkan penilaian auntentik melalui penerapan
praktis dalam pemecahan masalah
|
b. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.
Pendekatan
kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism),
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Model pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Penerapan
model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1).
Kembangkan pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2).
Laksanakan sejauh mungkin
kegiatan inkuiri untuk semua topik
3).
Kembangkan sifat ingin tahu
siswa dengan bertanya
4).
Ciptakan masyarakat belajar
(belajar dalam kelompok-kelompok)
5).
Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran
6).
Lakukan refleksi di akhir
pertemuan
7).
Lakukan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara
d. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa
dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi
yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual
siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran
konekstual memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
1).
merencanakan pembelajaran
sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa (developmentally
appropriate)
2).
membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent
learning group)
3).
Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran
mandiri (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik :
kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
4).
Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of
student)
5).
Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences), spasial-verbal,
linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika,
intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993)
6).
Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir
tingkat tinggi.
7).
Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
e. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1).
Adanya kerjasama
2).
Saling menunjang
3).
Menyenangkan, tidak membosankan
4).
Belajar dengan bergairah
5).
Pembelajaran terintegrasi
6).
Menggunakan bebagai sumber
7).
Siswa aktif
8).
Sharing dengan teman
9).
Siswa kritis, guru kreatif
10).
Laporan kepada orang tua berujud, rapor, hasil karya
siswa, laporan praktikum, dan karangan siswa, dll.
f. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian
authentik, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1).
Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung
2).
Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif
3).
Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta
4).
Berkesinambungan
5).
Terintegrasi
6).
Digunakan sebagai umpan balik.
Hal-hal
yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa meliputi :
1).
Penilaian kinerja (performance assessment)
2).
Observasi Sistematik (Systematic observation)
3).
Portofolio (portofolio)
4).
Jurnal Sain (Journal)
5).
Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk
refleksi
4. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif
siswa
Sebagai
salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis siswa dan kreatif
guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif merupakan komponen
utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking). Proses berfikir
tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal ini merupakan
tugas guru, karena guru harus megembangkan potensi siswa semaksimal mungkin
hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada setiap diri siswa. Oleh karena itu
pembelajaran dituntut dapat mengembangkan siap kritis dan kreativitas siswa.
Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang
berpusat pada otak kanan. Otak kanan mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik,
spasial. sedangkan otak kiri mengembangkan kemampuan berfikir rasional,
analitis, linier. Otak kiri mengendalikan wicara dan otak kanan mengendalikan
tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan proses berfikir otak kiri dan
kanan.
Berfikir Konvergen
(Proses di belahan otak Kiri)
|
Berfikir Divergen
(Proses di belahan otak kanan)
|
1. tertarik pada
proses penemuan yang bersifat bagian-bagian dari suatu komponen.
2. proses berfikir
analisis
3. proses berfikir
yang mementingkan tata urutan secara sekuensial dan serial
4. proses berfikir
temporal, terikat pada waktu kini
5.
proses berfikir verbal, matematis, notasi
musikal.
|
1.
tertarik pada proses pengintegrasian dari
bagian-bagian suatu komponen menjadi satu kesatuan yang bersifat utuh dan
menyeluruh
2.
proses berfikir yang bersifat relasional,
konstruksional, dan membangun suatu pola.
3.
proses berfikir simultan, dan paralel
4.
proses berfikir lintas ruang, tidak terikat
pada waktu kini
5.
proses berfikir yang bersifat visual,
lintas ruang dan musikal.
|
Berikut
disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan kritis
pada diri siswa.
PERILAKU
|
TERKAIT DENGAN
|
¨
Bosan dengan tugas rutin; menolak membuat
pekerjaan rumah
¨
Tidak berminat terhadap detail dan
pekerjaan kotor
¨
Membuat lelucon atau komentar pada saat
tidak tepat
¨
Menolak otoritas, tidak konformistis, keras
kepala
¨
Sukar beralih pada topik lain
¨
Emosional sensitif, overacting, cepat marah
atau menangis kalau ada yang salah
¨
Kecenderungan dominasi
¨
Sering tak setuju ide orang lain atau tak
setuju ide gurunya
¨
Kritis terhadap diri, tak sabar menghadapi
kegagalan
¨
Kritis terhadap guru dan orang lain.
|
Kreativitas
¨
Toleransi tinggi untuk makna ganda,
¨
Berfikir bebas, divergen
¨
Berani ambil resiko
¨
Imaginatif, sensitif
Motivasi
¨
Tekun dalam bidang yang diminatinya
¨
Intens dalam menghayati perasaan dan nilai
¨
Bebas
Berfikir kritis
¨
Dapat melihat kesenjangan antara kenyataan
dan kebenaran
¨
Mengacu pada hal-hal yang ideal
¨
Mampu menganalisis dan evaluasi.
|
KEPUSTAKAAN
Johnson,
Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California : A Sage
Publications Company.
Laster,
Lan. (1985). The school of the future :
some teachers view on education in the year 2000. UK.
Reigeluth,
C.M. (1983). Instruction design theories
and models, an overview of their current status. London: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers.
bermanfaat,
BalasHapusizin share, terimakasih
yup sure.... sama-sma y
Hapus